IJTIHAD
Secara bahasa
ijtihad berasal dari kata ja-ha-da. Kata inipun berarti kesanggupan (Al-Wus),
kekuatan (Al-Thaqah), dan berat (Al-Masyaqqah). Atau dengan kata lain ijtihad
menurut bahasa adalah bersungguh – sungguh, sedang menurut istilah adalah menggunakan seluruh
kesanggupan berfikir untuk menetapkan hukum syara’
dengan jalan mengeluarkan hukum dari Al –Kitab dan As – Sunnah. Karena ijtihad
itu dihasilakan dari ra’yu ulama maka tingkat kebenarannya bersifat dzanniyah. Definisi ijtihad di atas
secara tersirat menunjukkan bahwa ijtihad hanya berlaku pada bidang fiqih,
bidang hukum yang berkenaan dengan amal. Bukan bidang pemikiran. Ijtihad
berkenaan dengan dalil zhoni berbeda dengan Husen, Harun Nasution menjelaskan
bahwa pengertian ijtihad hanya dalam lapangan fiqh adalah ijtihad daslam
pengertian sempit. Dalam arti luas menurutnya ijtihad juga berlaku dalam bidang
politik, akidah, tasyawuf dan filsafat.
Harun Nasution,
Ibrahim Abbas Al-Dzarwi ( 1983 : 9 ) mendefinisikan ijtihad. Menurut Fakhruddin
ijtihad adalah pengarahan kemampuan untuk memikirkan apa saja yang tidak
mendatangkan celaan.
A. KEDUDUKAN
IJTIHAD
Berbeda dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah,
ijtihad terikat dengan
ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
Pada
dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang
relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada
suatu ijtihad pun adalah relatif.
Sesuatu
keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi
tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak
berlaku pada masa / tempat yang lain.
Ijtihad
tidak berlaku dalam urusan penambahan
ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan
Rasulullah.
Keputusan
ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Dalam
proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat,
kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan
jiwa daripada ajaran Islam.
B. SYARAT-SYARAT
MUJTAHID
Syarat-syarat yang harus
dimiliki seorang mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara
istimbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syari’at dan tathbiqh /
penerapan hukum). Syarat-syarat
mujtahid, ada baiknya dijelaskan dulu menurut hukum ijtihad, yaitu sebagai
berikut:
a.
Al-Waqi’ yaitu adanya kasus
yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak diterangkan oleh nas.
b.
Mujtahid yaitu orang yang
melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan intuk berijtihad dengan
syarat-syarat tertentu.
c.
Mujtahid fih ialah hukum-hukum
syari’ah yang bersifat amali (taqlifi).
d.
Dalil syara’ untuk menentukan
suatu hukum bagi mujtahid fih.
C. MACAM
– MACAM DAN METODE IJTIHAD
Qiyasartinya reasoning by analogy. Makna aslinya adalah mengukur atau
membandingkan atau menimbang dengan menimbangkan sesuatu. Contoh: pada masa
nabi ada belum ada permasalahan padi. Dengan demikian diperlukan ijtihad dengan
jalan qiyas dalam menentukan zakat.
Ijma’ atau konsensus. Kata ijma’ berasal dari
kata jam’un yang artinya menghimpun atau mengumpulkan. Ijma’ mempunyai dua
makna, yaitu menyusun dan mengatur sesuatu hal yang tidak teratur. Oleh sebab
itu, ia berarti menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula
sepakat atau bersatu dalam pendapat. Persetujuan pendapat berdasarkan dengan
hasil ijma’ ini contohnya bagaimana masalah kelurga berencana.
Istihsan,
istihsan artinya preference, makna aslinya ialah menganggap baik suatu barang
atau menyukai barang itu menurut terminlogi para ahli hukum, berarti didasarkan
atas kepentingan umum atau kepentingan keadilan, sebagai cotoh adalah peristiwa
Ummar bin hatab yang tidak melaksanakan hukum potong tangan kepada seorang
pencuri pada masa peceklik.
Mashalihul
Mursalah artinya : keputusan yang berdasarkan guna dan manfaat sesuai dengan
tujuan hukum syara’. Kepentingan umum yang menjadi dasar pertimbangan maslahat
dari suatu peristiwa. Contoh metode ini adalah tentang khamar dan judi. Dala
ketentuan nash bahwa khamar dan judi itu manfaat bagi manusia, tetapi bahayanya
lebih besar daripada manfaatnya. Dari sebuah nash dapat dilihat bahwa suatu
masalah yang mengandung masalahat dan manfaat, di dahulukan menolak mafsadat.
Untuk ini terdapat kaidah,
D. CARA – CARA BERIJTIHAD
Target yang
dicapai dalam berijtihad di bagi menjadi dua bagian yang pertama, ijtihad dalam
bentuk mengerahkan pemikiran untuk menetapkan suatu ketentuan pelaksanaan hokum
atau ibadah. Kedua, ijtihad dalam bentuk mengerahkan pemikiran untuk menetapkan
suatu ketentuan atau keputusan hukum secara rinci. Syarat – syarat melakukan
ijtihad adalah sebagai berikut :
1. Menguasai
bahasa Arab
2. Menguasai
Al- Qur’an dan Al – Sunnah
3. Mengusai
ilmu fiqh dan ushul fiqh
4. Menguasai
berbagai pendapat para sahabat dan ulama,
5. Mengetahui
pokok ajaran islam
6. Menguasai
ilmu penunjang yang relevan.
E. DASAR – DASAR HUKUM IJTIHAD
Dasar hukum
ijtihad adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Diantara ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar
ijtihad: adapun Sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya Hadits Amr bin
Ash yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad yang menyebutkan
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
اذا
حكم الحاكم فاجتهد فاطاب فله اجران واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر واحد
“apabila seorang
hakim menetapkan hukum dengan berijtihad kemudian dia benar maka ia mendapatkan
dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka
ia mendapatkan satu pahala” . (HR. Muslim, 11,t.th :62).