Menyikapi Perbedaan Pendapat Empat Imam Dalam Ibadah

Thursday, October 6, 2011

Menyikapi Perbedaan Pendapat Empat Imam Dalam Ibadah



Seperti yang kita ketahui, ada empat imam yang menonjol dan diikuti oleh umat hingga terbenutknya mazhabnya masing-masing. Keempat imam popular itu adalah Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i. Pengetahuan mereka yang dalam tentang agama menjadikan mereka sebagai tempat rujukan bagi umat untuk bertanya mengenai syariah, hukum dan akidah Islam. Namun tidak jarang pendapat keempat imam itu berbeda atau bahkan bertentangan.
Contohnya mengenai pembacaan niat puasa. Rasullulah bersabda ,”Barang siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka sama sekali tidaklah puasa itu sah baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah, dari hafshah).
Hadist tersebut menegaskan bahwa tidak sah puasa seseorang dengan niat pada saat fajar terbit, apalagi sesudahnya.

1. Pendapat mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu’ dan qiran –sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya. Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.

2. Pendapat  Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.



3. Pendapat Mazhab Syafi’iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla’, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari. Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada ‘Aisyah: ‘Apakah kamu mempunyai makanan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Tidak punya’. Terus Nabi bilang: ‘Kalau begitu aku puasa’. Lantas ‘Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: ‘Adakah sesuatu yang bisa dimakan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Ada’. Lantas Nabi berkata: ‘Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa’.


4. Pendapat Mazhab Hambaliyah : Tidak beda dari Syafi’iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semupa jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi’iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).
Kita diperbolehkan menggunakan niat puasa sebulan penuh milik Madzab Maliki dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatau gaungan ibadah puasa. Dan juga kebiasaan dari manusia kalau manusia itu tempat salah dan lupa, kadang ada yang bertanya kita lupa niat bagaimana hukumnya??? Dan untuk menghindari dari permasalahan tsb maka Insya Allah alfaqir akan memberitahu cara agar supaya kita tercegah dari kelupaan dalam niat, dan untuk diterima atau tidaknya itu hanyalah urusan dari Allah Azza Wa Jalla.

Kita menggunakan niat beliau semata-mata hanya untuk mencegah kelupaan atau jika kita lupa niat puasa pada malam harinya maka puasa kita masih sah. Tapi tidak hanya dengan melafadzkan niat Imam Malik yang sebulan penuh itu kita tidak niat lagi tiap malam. Kita tetap niat puasa setiap malam (menurut Madzab Imam Syafi’i). Niat Imam Malik tsb hanya untuk menutupi apabila kita lupa niat pada malam harinya.

Sebenarnya perbedaan bukanlah hal yang besar untuk dipermasalahkan, apalagi sampai memecah belah umat. Setiap imam yang berbeda pendapat pasti memiliki dasar yang sangat kuat. Selain itu, potensi intelektual yang diberikan Allah SWT pada setiap orang jelas berbeda. Dengan perbedaan intelektual tersebut, mustahil semua orang bisa menarik kesimpulan yang sama ketika berhadapan dengan syariah. Belum lagi ungkapan dan gaya bahasa Qur’an serta hadist memiliki potensi multiinterpretasi (multi ta’wil), baik karena factor ungkapan maupun susunannya.

Menyikapi perbedaan empat imam dalam beribadah, kita sebagai umat islam harus mencari tahu dulu yang paling benar atau paling tidak mendekati benar menurut Qur’an dan Hadis. Selain itu sikapilah perbedaan pendapat dengan bijaksana.

Post By : Yoga Putra Prathama

0 komentar :

Post a Comment