Rangkuman Materi Kuliah Mengenai "Syari'ah"
SYARI’AH
Kata
ini berasal dari lafal شرع syara’a dengan mengambil bentuk mashdar syari’ah
yang berarti jalan ke tempat pengairan atau tempat berlalunya air di sungai.[1]
Syara’a juga berarti “sesuatu yang lebar dan dibuka kepadanya”. Kata syari’ah
muncul dalam al-Qur’an sebanyak lima kali, yaitu: al-Maidah: 48, al-Syuura: 13
dan 21, al-Jatsiyah: 18 dan al-A’raf: 163. Dalam hal ini agama yang ditetapkan
untuk manusia disebut syari’at dalam artian lughawi (bahasa) karena umat Islam
selalu melaluinya dalam kehidupan didunia. Berdasarkan pengertian-pengertian
diatas dapat diperoleh rumusan bahwa syari’ah adalah aturan-aturan yang
berkenaan dengan perilaku umat manusia, baik yang berkenaan dengan hukum pokok
maupun cabang yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Namun
demikian, perlu difahami bahwa meskipun syari’ah sifatnya tetap (tidak
berubah), tetapi dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi, sebab
petunjuk-petunjuk yang bersifat tajally dapat membawa ke jalan yang lurus.
Penjelasan
singkat ini membawa kita harus memahami apa yang disebut Qat'i dan apa pula
yang disebut zanni.
SYARI’AH DAN FIQH
1.
Nash Qat'i
Qat'i
itu terbagi dua: dari sudut datangnya atau keberadaannya dan dari sudut
lafaznya.Semua ayat al-Qur'an itu merupakan qat'i al-tsubut. Artinya, dari segi
"datangnya" ayat Qur'an itu bersifat pasti dan tidak mengalami
perubahan. Tetapi, tidak semua ayat Qur'an itu mengandung qat'i al-dilalah.
Qat'i al-dilalah adalah ayat yang lafaznya tidak mengandung kemungkinan untuk
dilakukan penafsiran lain. Jadi, pada ayat yang berdimensi qat'i al-dilalah
tidaklah mungkin diberlakukan penafsiran dan ijtihad, sehingga pada titik ini
tidak mungkin ada perbedaan pendapat ulama. Sebagai contoh: Kewajiban shalat
tidaklah dapat disangkal lagi. Dalilnya bersifat Qat'i, yaitu "aqimush shalat"
Tidak ada ijtihad dalam kasus ini sehingga semua ulama dari semua mazhab
sepakat akan kewajiban shalat.
Begitu
pula halnya dengan hadis. Hadis mutawatir mengandung sifat qat'i al-wurud
(qat'i dari segi keberadaannya). Tetapi, tidak semua hadis itu qat'i al-wurud
(hanya yang mutawatir saja) dan juga tidak semua hadis mutawatir itu bersifat
qat'i al-dilalah. Jadi, kalau dibuat bagan sbb:
*
Qat'i al-tsubut atau qat'i al-wurud: semua ayat Al-Qur'an dan Hadis mutawatir
*
Qat'i al-dilalah: tidak semua ayat al-Qur'an dan tidak semua hadis mutawatir
2.
Nash Zanni
Zanni
juga terbagi dua: dari sudut datangnya dan dari sudut lafaznya. Ayat Qur'an
mengandung sejumlah ayat yang lafaznya membuka peluang adanya beragam
penafsiran. Contoh dalam soal menyentuh wanita ajnabiyah dalam keadaan wudhu',
kata "aw lamastumun nisa" dalam al-Qur'an terbuka untuk ditafsirkan.
Begitu pula lafaz "quru" (QS 2:228) terbuka untuk ditafsirkan. Ini
yang dinamakan zanni al-dilalah.
Selain
hadis mutawatir, hadis lainnya bersifat zanni al-wurud. Ini menunjukkan boleh
jadi ada satu ulama yang memandang shahih satu hadis, tetapi ulama lain tidak
memandang hadis itu shahih. Ini wajar saja terjadi, karena sifatnya adalah
zanni al-wurud. Hadis yang zanni al-wurud itu juga ternyata banyak yang mengandung
lafaz zanni al-dilalah. Jadi, sudah terbuka diperselisihkan dari sudut
keberadaannya, juga terbuka peluang untuk beragam pendapat dalam menafsirkan
lafaz hadis itu.
*
zanni al-wurud : selain hadis mutawatir
*
zanni al-dilalah : lafaz dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain
(masyhur, ahad)
Nah,
Syari'ah tersusun dari nash qat'i sedangkan fiqh tersusun dari nash zanni.
Contoh
praktis:
1.
(a) kewajiban puasa Ramadlan (nashnya qat'i dan ini syari'ah),
(b) kapan mulai puasa dan kapan akhi Ramadlan
itu (nashnya zanni dan ini fiqh)
Catatan: hadis mengatakan harus melihat
bulan, namun kata "melihat" mengandung penafsiran.
2.
(a) membasuh kepala saat berwudhu itu wajib (nash qat'i dan ini Syari'ah)
(b) sampai mana membasuh kepala itu? (nashnya
zanni dan ini fiqh)
Catatan: kata "bi" pada famsahuu
biru'usikum terbuka utk ditafsirkan.
3.
(a) memulai shalat harus dengan niat (nash qat'i dan ini Syari'ah)
(b) apakah niat itu dilisankan (dengan
ushalli) atau cukup dalam hati (ini Fiqh)
Catatan: sebagian ulama memandang perlu
niat itu ditegaskan dalam bentuk "ushalli" sedangkan
ulama lain memandang niat dalam hati saja
sudah cukup
4.
(a) Judi itu dilarang (nash qat'i dan ini Syari'ah)
(b) apa yang disebut judi itu? apakah lottere
juga judi? (ini fiqh)
Catatan: para ulama berbeda dalam mengurai
unsur suatu perbuatan bisa disebut judi atau tidak.
5.
(a) riba itu diharamkan (nas qat'i dan ini syari'ah)
(b) apa bunga bank itu termasuk riba? (ini
fiqh)
Catatan: para ulama berbeda dalam memahami
unsur riba dan 'illat (ratio legis) mengapa riba itu
diharamkan
6.
(a) menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (nash qat'i dan ini
Syari'ah)
(b) apa batasan aurat lelaki dan perempuan?
(ini fiqh)
Catatan: apakah jilbab itu wajib atau tidak
adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib
adalah menutup aurat (apakah mau ditutup dg
jilbab atau dg kertas koran atau dengan kain biasa).
Nah, masalahnya apakah paha lelaki itu
termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Apakah rambut
wanita itu termasuk aurat sehingga wajib
ditutup? Para ulama berbeda dalam menjawabnya.
Jadi,
tidak semua hal kita harus berbeda pendapat. Juga tidak semua perbedaan
pendapat bisa dihilangkan. Kita tidak berbeda pendapat dalam hal Syari'ah namun
boleh jadi berbeda pendapat dalam hal fiqh. (mengenai sebab-sebab ulama berbeda
pendapat silahkan lihat tulisan yang lain "Mengapa Ulama Berbeda
Pendapat")
0 komentar :
Post a Comment